Semalam di Rancabuaya (Bagian 1)


            Keluarga dari Ayah saya banyak bedomisili di Garut, diantaranya di Bungbulang, Garut Selatan, sehingga sejak kecil saya sudah mendengar cerita-cerita tentang keindahan pantai Rancabuaya yang terletak di pesisir selatan Garut. Kalau hanya sampai ke pantai Pameungpeuk, saya pernah dua kali mengunjunginya, tapi Alhamdulillah akhirnya baru sekarang saya berkesempatan mengunjungi pantai yang oleh Kompas disebut “perawan yang tersembunyi” itu.
Keindahan pantai yang belum banyak tersentuh oleh pengelola pariwisata itu juga diangkat dalam salah satu novel karangan penulis Dewi “Dee” Lestari. Istilah perawan memang cocok untuk menyebut keindahan pantai Rancabuaya. Pertama karena keelokan dan pemandangannya yang luar biasa. Kedua karena tempat itu belum banyak disentuh oleh upaya-upaya pengembangan pariwisata yang intensif, sehingga relatih terjaga keasliannya. Wisatawan yang berkunjung ke tempat ini pun, umumnya wisatawan lokal yang mengetahui keindahan tempat itu dari mulut ke mulut.
Panorama alam pantai Rancabuaya yang langsung menghadap ke Samudera Hindia
Entah mengapa namanya sedikit menyeramkan, Rancabuaya. Di dalam bahasa Sunda, ranca berarti rawa-rawa, mungkin dulunya merupakan daerah rawa yang banyak buayanya. Konon menurut cerita masyarakat setempat, di pantai selatan Garut masih terdapat buaya yang hidup di muara-muara sungai yang memang banyak terdapat di sepanjang bentangan pantai selatan Jawa Barat, terutama di sekitar daerah hutan dan pantai Sancang yang hingga saat ini daerah tersebut masih dikeramatkan.
Pantai Rancabuaya dianggap perawan salah satunya juga karena akses jalan menuju ke sana yang baru ada saat-saat ini setelah dibukanya jalur lintas Garut selatan yang membentang dari Pameungpeuk hingga tembus ke Cidaun, perbatasan kabupaten Cianjur. Menurut cerita saudara saya, dulunya akses menuju Rancabuaya hanya dapat ditempuh dari kecamatan Bungbulang dan belum ada jalan raya dari Pameungpeuk. Seolah hal tersebut dibenarkan oleh blog yang pernah saya baca, menceritakan beberapa orang menggunakan kendaraan bergardan ganda dengan spesifikasi off-road, yang menempuh perjalanan hampir dua hari dua malam dari Pameungpeuk ke Rancabuaya. Dalam blog tersebut (saya lupa alamatnya) diceritakan kesulitan terbesar dalam perjalanan adalah saat bertemu muara sungai dengan tebing-tebingnya yang curam dan memang terdapat banyak muara di daerah tersebut.

Rute Bandung - Rancabuaya via Garut, Pameungpeuk
Rancabuaya yang berjarak kurang lebih 80 km dari kota Garut dan 135 km dari kota Bandung, saat ini dapat dicapai melalui jalur Pameungpeuk dan jalur Bungbulang. Kedua jalur tersebut masing-masing menyuguhkan kekhasan pemandangan yang berbeda namun sama-sama spektakuler. Jalur Pameungpeuk sudah relatif agak ramai, banyak angkutan umum seperti elf dan bus mikro yang melewati jalur tersebut menuju Pamengpeuk dan beberapa daerah di sekitarnya.
Jalur Garut - Rancabuaya via Pameungpeuk melewati rute Cikajang, Cikelet, Pameungpeuk kemudian belok kanan masuk jalur lintas selatan melewati pantai Sayang Heulang, Cijayana hingga ke Rancabuaya. Jalur ini merupakan jalur yang umum dilewati saat ini untuk mencapai ke Rancabuaya. Bagi anda yang berjiwa adventure dan ingin jalur yang lebih menantang, anda dapat melewati jalur Bungbulang dengan rute Cikajang, Bungbulang, Caringin dan Rancabuaya.